Selasa, 02 Oktober 2012

perang aceh


Perang Aceh
           
Perang Aceh adalah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873 hingga 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, tapi perlawanan rakyat Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut.
Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Pada 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira

Periode
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/e/ee/Tentara_VOC_Aceh.jpg
Tentara VOC Aceh setelah peperangan selesai
Perang Aceh Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Köhler. Köhler dengan 3000 serdadunya dapat dipatahkan, dimana Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April 1873.
Sepuluh hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang paling besar saat merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang dibantu oleh beberapa kelompok pasukan. Ada di Peukan Aceh, Lambhuk, Lampu'uk, Peukan Bada, sampai Lambada, Krueng Raya. Beberapa ribu orang juga berdatangan dari Teunom, Pidie, Peusangan, dan beberapa wilayah lain.
Pada Perang Aceh Kedua (1874-1880), di bawah Jend. Jan van Swieten, Belanda berhasil menduduki Keraton Sultan, 26 Januari 1874, dan dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda. 31 Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh jadi bagian dari Kerajaan Belanda.
Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874, digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawood yang dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indragiri.
Perang pertama dan kedua ini adalah perang total dan frontal, dimana pemerintah masih berjalan mapan, meskipun ibu kota negara berpindah-pindah ke Keumala Dalam, Indrapuri, dan tempat-tempat lain.
Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi sabilillah. Dimana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1904.
Dalam perang gerilya ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim dan Sultan. Pada tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi komandan perang gerilya.
Perang keempat (1896-1910) adalah perang gerilya kelompok dan perorangan dengan perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan pembunuhan tanpa komando dari pusat pemerintahan Kesultanan.
Latar belakang
Perang Aceh disebabkan karena:
  • Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh.
  • Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh.
  • Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.
  • Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps. Menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.
  • Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.
  • Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.
  • Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.
Siasat Snouck Hurgronje
Untuk mengalahkan pertahanan dan perlawan Aceh, Belanda memakai tenaga ahli Dr. Christiaan Snouck Hurgronje yang menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh untuk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan dengan judul Rakyat Aceh (De Acehers). Dalam buku itu disebutkan strategi bagaimana untuk menaklukkan Aceh.
Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya golongan Keumala (yaitu Sultan yang berkedudukan di Keumala) dengan pengikutnya dikesampingkan dahulu. Tetap menyerang terus dan menghantam terus kaum ulama. Jangan mau berunding dengan pimpinan-pimpinan gerilya. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh, dengan cara mendirikan langgar, masjid, memperbaiki jalan-jalan irigasi dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.
Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh Van Heutz yang menjadi Gubernur militer dan sipil di Aceh (1898-1904). Kemudian Dr Snouck Hurgronje diangkat sebagai penasehatnya.
Taktik perang
Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, dimana dibentuk pasukan maréchaussée yang dipimpin oleh Hans Christoffel dengan pasukan Colone Macan yang telah mampu dan menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-hutan rimba raya Aceh untuk mencari dan mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh.
Taktik berikutnya yang dilakukan Belanda adalah dengan cara penculikan anggota keluarga gerilyawan Aceh. Misalnya Christoffel menculik permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902). Van der Maaten menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan menyerah pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van der Maaten dengan diam-diam menyergap Tangse kembali, Panglima Polim dapat meloloskan diri, tetapi sebagai gantinya ditangkap putera Panglima Polim, Cut Po Radeu saudara perempuannya dan beberapa keluarga terdekatnya. Akibatnya Panglima Polim meletakkan senjata dan menyerah ke Lhokseumawe pada Desember 1903. Setelah Panglima Polim menyerah, banyak penghulu-penghulu rakyat yang menyerah mengikuti jejak Panglima Polim.
Taktik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat Aceh yang dilakukan di bawah pimpinan Gotfried Coenraad Ernst van Daalen yang menggantikan Van Heutz. Seperti pembunuhan di Kuta Reh (14 Juni 1904) dimana 2.922 orang dibunuhnya, yang terdiri dari 1.773 laki-laki dan 1.149 perempuan.
Taktik terakhir menangkap Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar yang masih melakukan perlawanan secara gerilya, dimana akhirnya Cut Nya Dien dapat ditangkap dan diasingkan ke Sumedang.
Surat perjanjian tanda menyerah
Selama perang Aceh, Van Heutz telah menciptakan surat pendek (korte verklaring, Traktat Pendek) tentang penyerahan yang harus ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yang telah tertangkap dan menyerah. Di mana isi dari surat pendek penyerahan diri itu berisikan, Raja (Sultan) mengakui daerahnya sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda, Raja berjanji tidak akan mengadakan hubungan dengan kekuasaan di luar negeri, berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yang ditetapkan Belanda. Perjanjian pendek ini menggantikan perjanjian-perjanjian terdahulu yang rumit dan panjang dengan para pemimpin setempat.
Walau demikian, wilayah Aceh tetap tidak bisa dikuasai Belanda seluruhnya, dikarenakan pada saat itu tetap saja terjadi perlawanan terhadap Belanda meskipun dilakukan oleh sekelompok orang (masyarakat). Hal ini berlanjut sampai Belanda enyah dari Nusantara dan diganti kedatangan penjajah baru yakni Jepang (Nippon).


Selasa, 11 September 2012

Pada saat menginjak abad 20 ,sistem kolonial di Indonesia banyak sekali mengalami perkembangan baik di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Hal ini juga secara langsung mempengaruhi bangsa Indonesia. Sejak adanya politik etis pada awal tahun 1900 yang dicetuskan oleh Conrad Theodore Van Deventer, banyak sekali lahir golongan elit terpelajar di Indonesia. Politik etis merupakan bentuk politik balas budi pemerintah Belanda terhadap bangsa Indonesia yang telah dipolitisasi. Berkat politik etis, bangsa Indonesia dapat memperoleh pendidikan / edukasi sehingga dicapai kesadaran emansipasif bangsa.Karena banyaknya kaum terpelajar yang ada ,maka seiring waktu lahirlah organisasi-organisasi yang bergerak di berbagai bidang, baik politik maupun bidang lainnya yang mengarah kepada kemerdekaan negara Indonesia. Hal-hal tersebut adalah waktu di mana perjuangan mencapai Indonesia merdeka dimulai. Pergerakan nasionalisme Indonesia dipengaruhi oleh adanya kaum terpelajar yang telah banyak bergaul dengan bangsa luar sehingga membuka mata mereka tentang kesadaran akan perasaan senasib sepenanggungan sebagai satu bangsa yang memiliki hak untuk menentukan arah hidupnya sendiri (self-determination).Budi Utomo adalah organisasi pertama yang berdiri di Indonesia. Namun, keanggotaan dalam Budi Utomo masihlah terbatas dan belum ada tanda-tanda perjuangan kemerdekaan.25 Desember 1912, berdirilah sebuah partai politik pertama di Indonesia. Partai ini adalah partai yang secara terang-terangan memiliki tujuan untuk mencapai kemerdekaan bagi Indonesia. Ini adalah salah satu perwujudan dari adanya rasa nasionalisme anak-anak bangsa untuk menuntun ke arah kemerdekaan dan juga menggerakan bangsa agar sadar untuk bersatu demi kemerdekaan. Partai inilah yang mengawali politik anak bangsa meski salah satu pendirinya adalah seorang Indo. Partai ini adalah Indische Partij. Indiche Partij adalah partai politik pertama di Hindia Belanda. Didirikan oleh tiga serangkai, yaitu Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat. Melalui partai ini,Ernest Douwes Dekker mendesak pemerintah untuk mengubah garis kebijaksanaan yang ditempuh. Politik "Etis" yang dilaksanakan Belanda sejak awal abad ke-20 dihantamnya. Seperti diketahui, garis "politik etis" itu tidak lagi memperlakukan Hindia-Belanda sebagai daerah eksploitasi, sapi perahan untuk kemakmuran negeri Belanda, tetapi dimaksudkan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat pribumi. Fokus politik ini adalah edukasi- irigasi-transmigrasi-desentralisasi. Namun, Ernest Douwes Dekker mengemukakan, bukan begitu caranya untuk menjaga agar Belanda tak kehilangan tanah jajahannya. Menurutnya, yang diperlukan adalah pemerintahan sendiri, self-rule, untuk penduduk Indië sendiri, karena merekalah yang lebih tahu dan mengerti kepentingannya sendiri. Di sini untuk pertama kalinya disuarakan gagasan untuk memerintah diri sendiri. Berbeda dengan perlawanan-perlawanan terhadap Belanda sebelumnya yang ditujukan kepada restauration, mengembalikan Hindia Belanda kepada kekuasaan tradisional, sekarang mulai dikumandangkan keinginan untuk mandiri, mengurus dan menentukan nasib sendiri.Tulisan Ernest Douwes Dekker semakin radikal dan dalam dekade kedua abad ke-20 masyarakat tanah jajahan diajak untuk bergerak-Kameraden, stookt de vuren! (Kawan-kawan, nyalakanlah api!). Gagasan-gagasan demikian yang muncul dalam pers Hindia-Belanda mendapat perhatian bukan hanya di kalangan kaum Indo, tetapi juga di kalangan pribumi yang sudah mendapat pendidikan Barat dan menguasai bahasa Belanda, di antaranya Dr Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat. Bersama kedua tokoh ini Ernest Douwes Dekker mengadakan aksi antikolonial sehingga mereka sering dianggap sebagai tiga serangkai. Dalam hubungan ini tiga serangkai memelopori gerakan politik dengan resmi membentuk Indische Partij atau Partai Hindia. Asas perjuangan Indiche Partij adalah nasionalisme dan kooperatif. Semboyannya berbunyi : Indie los van Holland (Hindia bebas dari Holland) dan Indie voor Inders (Hindia untuk orang Hindia). Keanggotaanya bersifat terbuka bagi semua orang tanpa pandang bulu, dengan tujuan: - membangkitkan rasa cinta tanah air Indonesia - membangun kerja sama untuk kemajuan tanah air - mempersiapkan tanah air bagi kehidupan bangsa yang merdeka Propaganda dilakukan di mana-mana bahkan ke seluruh Jawa baik secara lisan maupun tertulis.
Propaganda Indische Partij ini disambut dengan antusias oleh orang-orang yang anti penjajah sehingga partai ini sudah memiliki 30 cabang di seluruh Jawa. Para pemimpin Indische Partij berusaha mendaftarkan status badan hukum dari Indische Partij kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda melalui sidang parlemen tetapi pada tanggal 11 Maret 1913, penolakan dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Idenburg (wakil pemerintah Belanda di negara jajahan). Alasan penolakkanya adalah karena organisasi ini dianggap oleh pemerintah kolonial pada saat itu dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan bergerak dalam sebuah kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.Dalam tindak-tanduknya ,ketiga tokoh pendiri partai ini sudah diperhatikan oleh pemerintah Belanda. Tindakan-tindakan ini mulai nyata pada 21 Maret -23 Maret 1913 , ketika Belanda akan merayakan upacara peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis (Napoleon) dengan menggunakan pungutan dana dari Hindia Belanda. Melalui majalah De Express, Suwardi Suryaningrat menulis sebuah artikel yang mengkritik pemerintah Belanda dengan judul "Als ik eens Nederlander was" (Jika Aku Seorang Belanda). Berikut kutipannya “………Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengkongsi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingan sedikitpun . Seandainya aku seorang Belanda, aku protes peringatan yang akan diadakan itu.Aku akan peringatkan kawan-kawan penjajah ,bahwa sesungguhnya sangat berbahaya pada saat itu mengadakan perayaan peringatan kemerdekaan. Aku akan peringatkan semua bangsa Belanda jangan menyinggung peradaban bangsa Indonesia yang baru bangun dan menjadi berani.Sungguh aku akan protes sekeras-kerasnya……..”Akibat dari tindakan yang radikal melalui artikel tersebut ,pemerintah Belanda dibuat resah dan pada tanggal 31 Maret 1913 , tiga serangkai diasingkan (diinternir). Douwes Dekker dibuang ke Timor (Kupang).Tjipto Mangunkusumo dibuang ke Banda sedangkan Suwardi Suryaningrat dibuang ke Bangka. Tidak lama kemudian mereka dieksternir (diasingkan) ke Belanda, namun pada tahun 1914 ,Cipto Mangunkusumo diizinkan kembali karena masalah kesehatan. Pada tahun 1917 Douwes Dekker dibebaskan dari hukuman dan Suwardi Suryaningrat pada tahun 1918 ,lalu kembali ke Indonesia.Bersamaan dengan waktu pengasingan 3 serangkai dimulai, pemerintah Hindia Belanda telah membubarkan Indische Partij. Partai ini sudah dilarang karena sikapnya yang radikal untuk menuntut kemerdekaan ,namun perjuangan masih terus berlanjut. Sebagian besar anggotanya berkumpul lagi dalam Serikat Insulinde dan Comite Boemi Poetra. Pengalaman di pengasingan atau dibuang tidak membuat tokoh-tokoh 3 serangkai jera dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Minggu, 09 September 2012



1TUTORIAL PACKET TRACER
Pengenalan Packet Tracer :
 Packet tracer merupakan sebuah software yang dapat digunakan untuk melakukansimulasi jaringan. Software ini dikembangakan oleh sebuah perusahaan yang intens dalam masalah jaringan yaitu Cisco. Untuk mendapatkan software ini sangatlah mudah, karena kitabisa mendapatkannya secara gratis dari internet. Saat tutorial ini dibuat versi terakhirnyaa dalah packet tracer 5.1. Packet tracer ini juga memiliki dua versi yaitu portable (tidak perlumenginstall ± 32 MB) dan versi lengkap (± 95 MB plus tutorial Sebelum melanjutkan tutorialini ada baiknya saya sampaikan beberapa syarat untuk dapat mengikuti tuorial ini adalahsebagai berikut :1.

Minimal sebuah PC, untuk sistem operasinya dapat menggunakan Windowsataupun Linux (Packet tracer juga ada yang versi Linux).2.

Software Packet tracer yang telah terinstall di komputer anda3.

Memiliki sedikit pengetahuan mengenai jaringan, minimal tentang IP address jika ditambah dengan subnetting juga lebih baik.
Menjalankan Packet Tracer:
Setelah anda berhasil mendapatkan / mendownload packet tracer dan menginstallnya (saya kira tidak perlu dijelaskan tentang proses instalasi ), sekarang saatnya kita mulai menjalankannya dan mencobanya. Dalam tutorial ini penulis menggunakan Windows XP danpacket tracer versi lengkap (bukan portable, jadi harus diinstall dulu).Berikut langkah – langkahnya :1.

Klik Start – All Program – Packet Tracer 5. 1 – Packet Tracer 5.12.

Atau Klik icon pada desktop
Packet Tracer adalah sebuah software yang dikembangkan oleh Cisco. Dimana software tersebut berfungsi untuk membuat suatu jaringan komputer atau sering disebut dengan computer network. Dalam program ini telah tersedia beberapa komponen–kompenen atau alat–alat yang sering dipakai atau digunakan dalam system network tersebut, Misalkan contoh seperti kabel Lan ( cross over, console, dll ) , HUB, SWITCHES, ROUTER dan lain sebagainya. Sehingga kita dapat dengan mudah membuat sebuah simulasi jaringan computer di dalam PC Anda, simulasi ini berfungsi untuk mengetahui cara kerja pada tiap–tiap alat tersebut dan cara pengiriman sebuah pesan dari komputer 1 ke computer lain.

Selasa, 28 Agustus 2012


Sk 1 kd 3 ind 2
Pada waktu Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat membuka sidang pada tanggal 1 Juni 1945, mengemukakan bahwa di antara yang perlu difikirkan oleh para anggota sidang adalah mengenai dasar negara bagi negara yang akan didirikan. Oleh Bung Karno diartikan sebagai dasarnya Indonesia Merdeka (dalam bahasa Belanda “philosofische grondslag”), yang dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 disebutnya Pancasila.
Dalam sidang-sidang berikutnya yang dilanjutkan dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia disepakati oleh para anggota bahwa dasar negara tersebut adalah Pancasila, meskipun tidak disebut secara eksplisit, tetapi rumusan sila-silanya dicantumkan dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia. Begitu penting kedudukan dasar negara bagi cwarga negara dalam hidup berbangsa dan bernegara, oleh karena itu perlu difahami dengan secara mendalam masalah dimaksud.
Dalam perkembangan lebih lanjut, bahwa Pancasila dinyatakan sebagai ideologi terbuka tidaklah diragukan lagi kebenarannya. Sebagai ideologi terbuka Pancasila diharapkan selalu tetap komunikatif dengan perkembangan masyarakatnya yang dinamis dan sekaligus mempermantap keyakinan masyarakat terhadapnya. Dengan demikian, sudah seharusnya Pancasila dibudayakan dan diamalkan, sehingga akan menjiwai serta memberi arah proses pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dengan memperhatikan uraian-uraian tersebut di atas, maka bagi setiap warga negara Indonesia sudah seharusnya mengambil sikap positif terhadap kebenaran Pancasila sebagai ideologi terbuka dengan menunjukkan sikap/perilkau positif sebagai berikut :
1. Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Ketuhanan
Bahwa setiap warga negara Indonesia sudah seharusnya memiliki pola pikir, sikap dan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan menempatkan Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka setiap warga negara Indonesia diberikan kebebasan untuk memilih dan menentukan sikap dalam memeluk salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Sikap dan perilaku positif nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
1. Melaksanakan kewajiban dalam keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Membina kerja sama dan tolong menolong dengan pemeluk agama lain sesuai dengan situasi dan kondisi di lingkungan masing-masing.
3. Mengembangkan toleransi antar umat beragama menuju terwujudnya kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain, dan lain-lain.

2. Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Kemanusiaan
Dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan sifat ideologi Pancasila yang terbuka, maka sikap dan perilaku kita harus senantiasa mendudukkan manusia lain sebagai mitra sesuai dengan harkat dan martabatnya. Hak dan kewajibannya dihormati secara beradab. Dengan demikian tidak akan terjadi penindasan atau pemerasan. Segala aktivitas bersama berlangsung dalam keseimbangan, kesetaraan dan kerelaan. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
1. Memperlakukan manusia/orang lain sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, kedudukan sosial, dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa dan tidak semena-mena terhadap orang lain.
4. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, seperti : menolong orang lain, memberi bantuan kepada yang membutuhkan, menolong korban banjir, dan lain-lain.

3. Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Persatuan Indonesia
Menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan Indonesia sesuai dengan sifat idelogi Pancasila yang terbuka, mengharuskan setiap warga negara Indonesia agar tetap mempertahankan keutuhan dan tegak-kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita menyadari bahwa negara kesatuan ini memiliki berbagai keanekaragaman (ke-Bhinneka Tunggal Ika-an) dari segi agama, adat, budaya, ras, suku dan sebagainya yang harus didudukkan secara proporsional. Oleh sebab itu, jika terjadi masalah atau konflik kepentingan maka sudah seharusnya kepentingan bangsa dan negara diletakkan di atas kepentingan pribadi, kelompok dan daerah/golongan. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan Indonesia sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
1. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara jika suatu saat diperlukan.
2. Bangga dan cinta tanah air terhadap bangsa dan negara Indonesia.
3. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
4. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa, dan lain sebagainya.

4. Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan mengandung makna bahwa hendaknya kita dalam bersikap dan bertingkahlaku menghormati dan mengedepankan kedaulatan negara sebagai perwujudan kehendak seluruh rakyat. Rakyatlah yang sesungguhnya memiliki kedaulatan atau kedudukan terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sesuai dengan sifat ideologi Pancasila yang terbuka, maka dalam memaknai nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan, aspirasi rakyat menjadi pangkal tolak penyusunan kesepakatan bersama dengan cara musyawarah/perwakilan. Apabila dengan musyawarah tidak dapat tercapai kesepakatan, dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap keputusan hasil kesepakatan bersama mengikat sedua pihak tanpa kecuali, dan semua pihak wajib melaksanakannya. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai permusyawaratan/perwakilan sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
1. Mengutamakan musyawarah mufakat dalam setiap mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak, intimidasi dan berbuat anarkhis (merusak) kepada orang/barang milik orang lain jika kita tidak sependapat.
3. Mengakui bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
4. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil rakyat yang telah terpilih untuk melaksanakan musyawarah dan menjalakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, dan lain sebagainya.

5. Sikap dan Perilaku Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Keadilan Sosial
Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial bagi seluruh rakuat Indonesia yang sesuai dengan sifat Pancasila sebagai ideologi terbuka, hal ini akan mengarah pada terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali. Kesejahteraan harus dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan merata di seluruh daerah. Dengan demikian, dapat dihindari terjadinya kesenjangan yang mencolok baik dibidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan sosial bagi seluruh Indonesia sehubungan dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditunjukkan antara lain :
1. Mengembangkan sikap gotong royong dan kekeluargaan dengan lingkungan masyarakat sekitar.
2. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan orang lain/umum, seperti : mencoret-coret tembok/pagar sekolah atau orang lain, merusak sarana sekolah/umum, dan sebagainya.
3. Suka bekerja keras dalam memecahkan atau mencari jalan keluar (solusi) masalah-masalah pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
4. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial melalui karya nyata, seperti : melatih tenaga produktif untuk trampil dalam sablon, perbengkelan, teknologi tepat guna, membuat pupuk kompos, dan sebagainya.

Cara bersikap Positif  Terhadap Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Bersikap positif terhadap Pancasila pada dasarnya adalah sejauh mana kita melakukan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Pengamalan secara objektif.
      Pengamalan secara objektif, yaitu dengan cara melaksanakan dan mentaati peraturan perundangan yang berlaku, bersifat memaksa dan ada sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggar norma hukum, seperti  pengendara sepeda motor wajib menggunakan helm pengaman kalau tidak mendapat sanksi.
          2. Pengamalan secara subjektif
                Pengamalan secara subjektif, yaitu dengan cara menjalankan nilai-nilai Pancasila yang berwujud norma-etika sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku dalam masyarakat dan Negara.